Apa itu menulis refleksi?
Tulisan atau
karya tulis reflektif (reflective writing) adalah jenis karya tulis
dalam mana seorang penulis mendeskripsikan suatu kejadian – real atau imajiner
– tetapi juga interaksi, pikiran mengenai sesuatu, ingatan (memory),
dengan menambahkan unsur refleksi pribadi dan pemberian makna terhadap kejadian
tersebut, dengan menyertakan tidak hanya pikiran atau refleksinya, tetapi juga
perasaan, emosi, atau situasi personal tertentu.
Berdasarkan
pengertian ini, tulisan reflektif, dengan demikian, tidak sekadar bersifat
deskriptif. Penulis justru melakukan eksplorasi lebih mendalam dengan mengecek
detail dan melibatkan emosi, merefleksikan dan mengikutkan makna atas apa yang
sedang terjadi atau menambahkan hal-hal lain yang seharusnya ada sebagai aspek
tambahan bagi pembelajaran, dan merelasikannya dengan teori dan/atau pandangan
tertentu yang sudah ada.
Hal yang
berhubungan dengan tulisan reflektif adalah (1) tantangan yang harus dihadapi
dalam tulisan reflektif, (2) elemen utama tulisan reflektif, (3) menggunakan
bukti akademik dalam tulisan reflektif, (4) memilih dan menentukan isi tulisan,
dan (5) masalah pilihan kata dan kalimat yang tepat.
1. Tantangan
Tulisan reflektif melibatkan
eksplorasi dan eksplanasi atas sebuah kejadian. Tidak mudah menulis jenis karya
ini dibandingkan dengan karya akademis lainnya, karena jenis tulisan ini
melibatkan subjek dalam memikirkan dan menulis mengenai rasa khawatir dan
berbagai kesalahan, demikian juga seluruh kesuksesan dalam interaksi dengan
individu lain atau ketika harus menjalankan sebuah tugas praktis tertentu.
Individu yang menulis karya ini dituntut untuk mengambil posisi di balik sebuah
peristiwa atau kejadian dan berusaha menjadi objektif (sebisa mungkin).
Meskipun seseorang harus menulis pengalaman dan perasaan yang dialaminya
sendiri, dia harus mampu mengambil jarak terhadap berbagai peristiwa atau
kejadian agar bisa mengungkapkan makna di baliknya secara kurang lebih
objektif.
Jenis karya ini biasanya sangat
dibatasi dari segi keluasan gagasan. Karena itu, Anda harus membatasi diri pada
pengalaman tertentu saja. Anda tidak bisa menulis segala hal yang dialami.
Pilihlah bagian atau kejadian tertentu yang ingin ditonjolkan yang pada
gilirannya akan menjadi insight yang memicu refleksi. Ini penting untuk
menghindari “godaan” mendeskripsikan kejadian. Karena itu, Anda dituntut untuk
mendeskripsikan peristiwa atau kejadian secara sangat singkat dan tidak
berbelit-belit.
2. Elemen Utama Tulisan
Reflektif
Sebenarnya tulisan reflektif
adalah cara seseorang memproses atau mengolah pengalaman (hal yang dialaminya
sendiri) untuk kemudian menghasilkan pembelajaran. Dengan kata lain, melalui
tulisan reflektif seseorang menegaskan apa yang telah dipelajarinya dalam
sebuah pengalaman.
Setiap tulisan reflektif memiliki
dua elemen utama, yakni (1) mengintegrasikan teori dan praktik, dan (2)
mengidentifikasi hasil akhir pembelajaran dari pengalaman penulis. Kedua elemen
ini dapat diuraikan lebih lanjut berikut.
·
Tulisan reflektif mengintegrasikan teori dan
praktik. Untuk mencapai hal
ini, Anda harus mampu mengidentifikasi aspek-aspek yang penting dari refleksi
Anda dan menuliskannya menggunakan teori-teori yang memang cocok. Untuk itu,
pilihan teori Anda tidak boleh melenceng dari konteks akademis dalam menjelaskan
dan menginterpretasikan refleksi Anda. Gunakan pengalaman-pengalamanmu untuk
mengevaluasi pilihan teori dengan mengajukan pertanyaan: apakah teori tertentu
dapat diadaptasi atau dimodifikasi agar menjadi lebih cocok (bermanfaat) dalam
menjelaskan situasi yang Anda hadapi?
·
Identifikasikan tujuan pembelajaran (yang mau
dicapai) dari pengalaman-pengalaman Anda. Ini penting supaya dalam tulisan reflektif itu Anda bisa
mengikutkan juga rencana menganai apa yang akan Anda lakukan secara berbeda di
masa depan, pemahaman baru Anda atau nilai-nilai atau hal-hal tak-terduga yang
telah Anda pelajari secara mandiri.
3. Gunakan Pembuktian
Akademis dalam Tulisan Reflektif
Tujuan yang hendak Anda capai
dalam sebuah tulisan reflektif sebenarnya adalah menarik hubungan antara teoridan praktik. Karena itu,
Anda harus bisa menunjukkan perbandingan antara keduanya dan mengekslorasi
hubungan antarkeduanya.
Yang harus Anda lakukan adalah
selalu menganalisis peristiwa atau kejadian dengan cara memikirkannya dengan
menghubungkannya (mereferensikannya) dengan teori tertentu. Ini yang disebut di
sini sebagai evidensi atau bukti akademis (academic evidence). Apakah
berbagai observasi yang Anda lakukan memang konsisten atau berhubungan dengan
teori, model, atau bukti akademis tertentu yang sudah terpublikasikan? Anda
juga harus mampu mempertimbangkan bagaimana mungkin teori-teori tertentu
membantu Anda menginterpretasikan dan memahami pengalaman tertentu yang Anda
alami tersebut? Anda juga bisa mempertimbangkan bagaimana pengalaman nyatamu
membantu Anda memahami sebuah teori. Apakah memang pengalaman nyata tersebut
memang mengejawantahkan apa yang dinyatakan/diprediksikan oleh teori ilmiah?
Atau justru hal yang berbeda? Jika demikian, apakah Anda bisa mengidentifikasi
mengapa hal itu ternyata berbeda? (Misalnya, bisa jadi Anda menerapkan sebuah
teori dalam kontek atau keadaan yang berbeda dibandingkan dengan penelitian
asalinya).
Usulan berikut baik juga kalau
dipertimbangkan.
– Jadilah selektif: Identifikasikan bagian tertentu dari perjumpaan yang
memang menantang (belum terjadi sesuai harapan) atau terjadi sesuai harapan. Di
sini silakan Anda merefleksikan secara mendalam beberapa aspek yang signifikan
dan poin-poin pembelajaran.
– Diskusikan refleksi Anda dengan orang lain. Ini dimaksud untuk
memperdalam insight Anda, memperbaiki dan memajukan kemampuan Anda dalam
mengekspresikan gagasan atau pemikiran Anda dan membantu Anda mengeksplorasi
berbagai sudut pandang yang mungkin tersedia.
– Kumpulkan bukti (collect evidence). Ada dua
sumber bukti yang dapat digunakan dalam tulisan reflektif Anda:
1. Refleksi Anda merupakan bukti yang esensial dari
pengalaman-pengalaman Anda. Teruslah menuliskan refleksi Anda dan
perkembangan-perkembangannya yang terjadi selama proses.
2. Bukti akademis dari berbagai studi kasus yang sudah
terpublikasikan dan teori-teori untuk menunjukkan bahwa gagasan dan praktik
Anda telah mengalami perkembangan dalam konteks literatur akademik yang
relevan.
4. Pemilihan Isi Tulisan
(content)
1) Sebaiknya Anda menulis
semacam catatan harian Anda. Dalam catatan itu Anda mendeskripsikan secara singkat dan
ringkas apa yang telah terjadi. Dalam hal ini, untuk melengkapi objektivitas
catatan Anda, dapat juga dimintakan agar Anda melengkapi tulisan reflektif Anda
dengan lampiran yang berisi catatan harian atau log tersebut. Perhatikan:Hindari
menulis narasi deskriptif yang terlalu pandang mengenai apa yang terjadi. Ini
karena terbatasnya ruang yang tersedia dalam log tersebut untuk menulis.
2) Anda harus membuat
refleksi atas pengalaman Anda sebelum Anda memulai menulis, meskipun insight
tambahan tampaknya akan dilibatkan selama proses penulisan. Diskusikan dengan
teman atau rekan kerja dan kembangkan insight Anda. Catatlah semua hal yang
Anda pikirkan.
3) Identifikasikan
contoh-contoh yang relevan yang mengilustrasikan proses reflektif; pilihlah
sedikit dari kejadian yang paling menantang atau yang paling menarik perhatian
dan eksplorasikan mengapa kejadian itu menarik dan apa yang telah Anda pelajari
atau ketahui sebelum peristiwa itu terjadi. Perhatikan:Mulailah
dengan hal yang Anda ingin katakan, dan kemudian pilihlah contoh-contoh untuk
mendukung poin-poin itu, tentunya dengan mengacu atau merujuk kepada kedua
evidensi akademis Anda (refleksi dan bukti akademis yang mendukungnya), yakni:
(1) pengalaman Anda sendiri dan (2) teori-teori yang dapat menjelaskan
pengalaman tersebut, termasuk studi kasus atau artikel akademis yang telah
terpublikasikan.Gunakan lingkarang pembelajaran reflektif (reflective
learning cycle) dalam struktur tulisan reflektif Anda. Lingkaran
pembelajaran reflektif itu adalah sebagai berikut:
Pengalaman (Do)
mendorong seseorang untuk berefleksi (Reflect) dengan menjawab
menjawab pertanyaan seputar apa yang telah terjadi (describe), apa perasaan
Anda (feel) dalam pengalaman tersebut (what were your feelings), mengevaluasi
(evaluate) apa yang baik mengenai pengalaman tersebut dan apa masalah yang
dihadapi (what was god about the experience? What problems did you have?), lalu
menganalisis (analyze) mengapa Anda menghadapi persoalan semacam itu? Apakah
orang lain menghadap persoalan serupa? Apa umpan balik yang mereka berikan?
(Why did you have those problems? Did others have the same problems? What is
their feedback?). Setelah refleksi, Anda kemudian menarik sebuah kesimpulan (conclude).
Di sini Anda menjawab pertanyaan seputar kesimpulan umum apa yang bisa Anda
tarik? Kesimpulan khusus apa yang langsung berhubungan dengan diri Anda?
Langkah terakhir adalah lakukan perencanaan (Plan), dengan
menjawab pertanyaan: apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi persoalan
tersebut? Apa tindakan berbeda yang akan Anda lakukan di masa yang akan datang?
5. Pilihan kata dan
kalimat yang tepat
Karena tulisan reflektif
menyatakan pengalaman pribadi maka umumnya orang menggunakan bahasa orang pertama
(“saya” atau “aku”). Meskipun demikian, tidak jarang dalam karya tulis
reflektif pun mengikutsertakan tulisan akademik. Karena itu, sebaiknya Anda
memilih sudut pandang baik “orang pertama” (misalnya “saya rasa …) maupun
“orang ketiga” (“Wiyono (2014) mengatakan bahwa …”).
Dalam hal demikian, nasihat
paling bijak yang dapat diberikan adalah menjaga keseimbangan (balance) antara sudut
pandang “orang pertama” (‘saya rasa’) dan teori-teori akademik tertentu yang
relevan. Ini lebih efektif daripada memisahkannya dan menumpuk sudut pandang
orang pertama di satu bagian dan sudut pandang orang ketiga di bagian lainnya
dalam tulisan reflektif.
Dalam tulisan reflektif sebaiknya
Andamenghindari term-term yang terlalu emotif dan subjektif.
Meskipun Anda menulis pengalamanmu sendiri, Anda sebenarnya sedang
mengkomunikasikan pengalaman dan perasaan Anda kepada pembaca dalam gaya
akademik. Ini artinya Anda harus menggunakan deskripsi yang semua orang bisa
memahaminya dalam cara yang sama. Jadi, daripada menulis, “Klien itu merasa
sangat tidak bahagia di awal musim”, akan jauh lebih baik jika Anda menulis,
“Tampak jelas pasien itu sangat terteka,” atau “Diberitakan bahwa klien itu
sangat tidak bahagia”. Ini menunjukkan bahwa Anda sangat menyadari bahwa
pemahaman klien mengenai “ketidakbahagiaan” bisa jadi sangat berbeda dari
pemahaman Anda atau pemahaman pembaca Anda.
Nasihat terakhir yang bisa
diberikan adalah ketika
menulis refleksi Andagunakan kalimat pasif ketika Anda sedang merujuk
kepada kejadian atau peristiwa tertentu (“saya rasa” atau “saya alami”).
Sementara itu, ketika
merujuk ke sebuah teori maka
sebaiknya Anda menggunakan kalimat waktu sekarang karena pemikiran atau gagasan
yang Anda kemukakan memang masih segar dan baru (Misalnya Wiyono berpendapat
bahwa ….).
Contoh tulisan reflektif
REFLEKSI BUKU
“ RESPECTABLE SINS ( DOSA – DOSA YANG DIANGGAP PANTAS ) ”
Judul : Respectable
Sins ( Dosa – dosa
yang Dianggap Pantas )
Pengarang : Jerry Bridges
Penerbit : Pionir Jaya
Tahun terbit : Cetakan III tahun 2012
Kota terbit : Bandung
Jumlah halaman : 207 halaman
Pengarang : Jerry Bridges
Penerbit : Pionir Jaya
Tahun terbit : Cetakan III tahun 2012
Kota terbit : Bandung
Jumlah halaman : 207 halaman
Buku ini
adalah salah satu buku yang mampu membuat banyak anak Teachers College enek saat melihatnya, apalagi membuka dan
membacanya. Banyak dari kita yang sudah tidak menyukai buku ini karena pernah
adanya keputusan dari pihak TC untuk menganjurkan kami membeli buku Respectable
sins. Buku ini memang sudah menjadi pembicaraan yang bersifat negatif dari
kami, tetapi seiring berjalannya waktu kami tahu semakin kami mencoba untuk
tidak membacanya selalu saja ada moment dimana kami diharuskan membaca buku
ini. Layaknya dengan kelas saya 12 IME1, Kami pernah medapat tugas penggati UTS
untuk mata kuliah Bahasa Indonesia untuk membuat resensinya. Akhirnya buku yang
masih di bungkus rapi dengan plastiknya telah disobek.
“ Gimana kalo kamu, ga… itu aja bab
satu ampe bab tujuh ,kita bagi tiga ?”. Pada saat pembagiaan tugas untuk
mengerjakan resensi kami membagi tugas dan setelah itu kami akan mengumpulkan
intisari dari setiap bab untuk selanjutnya digabungkan menjadi paragraph yang
utuh. Hasil kelompok kami memang yang paling tertinggi kami hampir medekati
angka 100 % sempurna. Saya bersyukur akan nilai kami tetapi hal yang paling
saya sayangkan adalah saya tidak membaca lebih lanjut mengenai bab lain.
Memang saya tak bisa lari dari buku ini dan akhirnya saya mendapat tugas ini,
saya sedikit bingung cara membuat refleksi dari buku ini. Buku ini layaknya
komik jepang yang sepertinya harus dibaca dari belakang ke depan sebab alurnya
mundur, tetapi buku ini mebuat saya penasaran karena banyak jawaban dari bagian
kelam hidup saya yang selama ini saya cari. Inilah dia pelajaran hidup yang
saya dapat, setelah membaca buku Respectable Sins.
Setelah saya
membaca buku ini, ada banyak hal yang saya peroleh. Layaknya hal yang
sebenarnya sudah saya ketahui sebagai seorang manusia yang berdosa, tetapi
tetap saja dunia yang saya tempati tidak mencap itu sebagai sesuatu hal yang
salah. Saya akhirnya terbiasa melakukannya dan saya menganggap semua itu hal
biasa. Memulai dari bab awal yang saya baca, jujur saya sangat tertegun dan
tercengang. Pada bab awal dengan tema besarnya “ Orang – orang kudus pada
umumnya ”, Pertama kali saya membaca tema ini banyak pertanyaan yang igin
sekali saya lotarkan kepada si penulis, tetapi salah satunya adalah : Apakah
Jerry akan mendeskripsikan ciri – ciri orang kudus secara umum ?. Saya
membranikan diri untuk membaca setiap pendeskripsiaan di bab ini.
Pelajaran
bab satu. Saya mendapati diri saya dengan semua perkataan yang tercantum dalam
bab ini. “ perilaku yang tidak pantas bagi seorang kudus adalah dosa ”, saya
selalu saja mendeskripsikan hidup saya sebagai seseorang yang begitu baik dan
sangat takut akan Tuhan. Tetapi saya menyadari bahwa saya memiliki suatu
lingkaran dosa, saya sagat sulit keluar dari lingkaran itu dan saya menyadari
bahwa saya adalah orang berdosa dan belum mampu hidup kudus. Penulis memberikan
analogi yang membuat saya sadar bahwa ternyata saya ditempatkan di dunia ini
bukan suatu kebetulam semata. Analogi mengenai para perwira US yang sedang
dilatih untuk mengenali kekurangan diri mereka dan setelah itu mengubahnya.
Banyak peraturan di Camp para perwira itu yang menekankan mereka untuk taat
pada peraturan dan menjauhi pelanggaran. Saya begitu penasaran dan saya mulai
membacaya lebih jauh lagi untuk membuka bab kedua.
Pelajaran
bab kedua. Saya kembali tersadar akan diri saya yang berdosa tetapi perlahan –
lahan bab ini mengantarkan saya tentang pemikiran manusia zaman ini yang
berusaha mennutupi makna dosa itu sendiri. Banyak dosa yang diperhalus maknanya
agar setiap manusia dapat melakukannya dan memberi takar sendiri tentang dosa
yang ia lakukan. Salah satu pendeskripsiaan jerry tentang dosa adalah dengan cara
mengilustrasikan pihak A yang melakukan dosa perzinahan, dan pihak B menontonya
selanjutnya membicarakannya kepada orang lain. Jerry menyatakan bahwa
dosa sendiri dapat melahirkan dosa dan semua dosa itu setara tidak ada yang
namanya dosa besar ataupun dosa kecil.
Pelajaran
bab ketiga. Bab yang dibuka dengan analogi lagi, jerry menegaskan bahwa dosa
layaknya kanker yang sewaktu – waktu dapat mebunuh. Saya mengerti akan satu hal
bahwa dosa mampu menguasai setiap fase hidup, saat yang seharusnya menjadi moment
untuk mempermuliakan nama Tuhan telah di pergunakan dosa untuk mempermalukan
diri sendiri. Bukan hanya seperti itu, dosa mampu melukai hati orang lain yang
ada disekitar kita.
Pelajaran
bab keempat. “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena
Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” ( Yesaya 43 : 25). Saya
menyadari Tuhan begitu sangat mengasihi saya dan setiap manusia. Tuhan bahkan
rela memberikan anaknya yang tuggal untuk mengeluarkan saya dan setiap manusia
dari lingkaran dosa yang seharusnya saya pikul sendiri ketika penghakiman
nantinya. Saya belajar dari dua tokoh yang sangat dipakai Tuhan yaitu John
Newton dan Paulus yang mengerti artinya pertobatan dan mau melakukan
pembaharuan budi dari hari lepas hari tanpa pernah meragukan kemampuan Tuhan
untuk membantu mereka. Saya juga belajar tentang kerendahanhati dua pribadi
ini, mereka mampu mengatakan bahwa mereka juga tidak terlepas dari pengaruh
dosa kedagingan tetapi mereka menyebut diri mereka dalam ekspetasi lain yaitu “
saya adalah orang yang paling berdosa diantara orang –orang kudus lainnya”.
Pelajaran
bab kelima. Ini mungkin merupakan bab favorit saya dimana saya mengetahui bahwa
kita yang sudah memiliki keinginan hati untuk bertobat dan kembali dari jalan
yang salah itu dan jelas saya masih melakukan aktivitas dosa itu. Akhirnya kita
mempertanyakan “ Apakah benar saya terbebas dari ikatan dosa dan injil telah
menuntun say untuk berubah ? ”. Saya mengerti bahwa Allah adalah pemegang
otoritas tertinggi atas hidup saya dan sekalipun dosa berkuasa atas hidup saya
roh kudus mampu memenagkan saya sebagai pribadi yang telah terbebas dari dosa
asalkan kita mau mengaku kepada Tuhan bahwa kita butuh tuntunanNya.
Pelajaran
bab keenam. Pada bab ini di jelaskan tahapan untuk menangani dosa, dijabarkan
setiap tahapannya. Tahap yang pertama, saya harus menyelesaikan dosa saya secra
injili, saya harus mampu meerima diri saya sebagai manuisa biasa dan
mempercayakan hidup saya sepenuhnya ditangan Tuhan. Tetapi saya juga sebagai manuisa
harus berusaha untuk mematikan keinginan daging saya, dan saya harus
menempatkan motivasi saya yang benar. Tahap kedua, berserah sepenuhnya pada roh
kudus dengan setiap hari meminta tuntuanNya.Tahap ketiga, saya yang sudah
bergantung sepenuhnya pada roh kudus memberdayakan diri saya untuk mejauh dari
semua dosa. Tahap keempat, minta tuntunan roh kudus untuk menegnali bidang
spesifik dari dosa –dosa yang dimaklumi. Tahap kelima, saya harus mampu
menempatkan ayat – ayat alkitab yang tepat terhadap dosa saya. Selanjutnya,
tumbuhkan kebiasaan berdoa dan libatkan satu atau beberapa orang percaya untuk
membicarakan semuanya.
Pelajaran
bab tujuh sampai dengan bab keduapuluh. Pada setiap bab dijabarkan dosa – dosa
yang selalu saya geluti satu persatu walaupun selalu merasa semua itu tak
pernah dijalani. Kefasikan suatu cermin dari sikap diri seseorang yang ingin
terlihat sangat baik dimata semua orang, saya juga mengakui satu hal bahwa saya
tidak pernah ingin menyakti hati siapapun dengan tingkah laku saya dan saya
ingin berusaha mengikuti jalan Tuhan tapi saya lupa bahwa kalau tidak meminta
tuntunan Tuhan semua itu sia – sia. Saya meyadari semua tindakan itu akan
berbuah kefasikan. Kegelisahan dan frustasi, inilah dosa yang sering saya
lakukan kegelisahan akan suatu perkara dalam hidup. Saya sangat senang
meragukan kemampuan Tuhan dan berusaha mempergunakan kemapuan saya sendiri
untuk menyelesaikan perkara itu. Saya tersadar bahwa Tuhan ada untuk mencukupi
saya jadi untuk apa saya takut ?. Ketidakpuasan dan tidak bersyukur, semua itu
berasal dari diri yang tidak pernah mensyukuri apapun berkat Tuhan. Saya adalah
salah satu manusia yang sangat sering mengeluh karena bentuk fisik ini dan
semua orang di luar sana yang mungkin belum mengenal dengan jelas akan mengatakan
saya sangatPD. Tetapi mereka salah, saya tidak lebih dari seseorang yang
tidak pernah puas akan hidup.
Kesombongan,
Saya menyadari sifat inilah adalah bagian yang paling mendasar dalam diri ini.
Saya selalu merasa diri sebagai orang yang paling baik diantara yang lain,
padahal semua itu adalah kebohogan belaka. Semua penghargaan yang ada bukan
membantu saya menjadi pribadi yang lebih baik melainkan menjadi pribadi yang
sombong. Paradigma saya diubahkan ternyata semua yang kita perbuat haruslah
kembali untuk kemuliaan nama Tuhan saja. “ Jangan pernah mencoba mencuri
sedikitpun kemuliaan Tuhan”.
Keegoisan,
saya selama ini selalu merasa memberikan diri saya untuk mebantu orang lain
bahkan untuk merelakan waktu bagi mereka adalah hal yang sudah lumrah. Tetapi
saya menyadari semua itu adalah keegoisaan saya yang akan menjerumuskan dia ke
jalan yang salah dan mengajarkan dia tentang dosa keegoisan juga. Kurangnya
pengendalian diri, saya akhirnya menyadari bahwa dengan pengendalian diri yang
tepat bahkan memapukan kita untuk tidak berbuat dosa. Saya mulai membuka
kembali ingatan masa lamapu, dan mengingat bahwa seandianya saat itu saya lebih
mengendalikan diri mungkin semua itu tidak akan melahirka dosa yang lain lagi.
Tidak sabar dan mudah marah, kemarahan, rumupt – rumput liar kemarahan,
kebanyakan dari semua itu adalah bagian dari diri saya. Sekalipun saya berusaha
memolesnya seperti memakai make up tetapi tetap saja terlihat. Menghakimi, iri
hati, cemburu, dan dosa lainnya, semuanya itu karena kita berusaha melihat
saudara seiman kita dan berusaha menemukan kejelekannnya. Dosa – dosa lidah,
ini merupakan dosa yang paling sering dilakukan mausia dan semua dosa dapat
dianalisis dari semua perkataan seoarang manuisa itu. Saya tahu membicarakan
orang lain adalah kegiatan sehari – hari manuisa, tetapi menyadari hal itu
sebagai pembicaraan yang negatif sebenarnya harus diperbaharui. “ Jaganlah ada
perkataan kotor yang keluar dari mulutmu ( Efesus 4 :29 )”.
Lalu apa
selanjutnya yang harus saya lakukan kedepannya ?. Saya medapati jawabannya
disni bahwa saya harus mereungkan keberdosaa saya dan meminta tuntuan roh kudus
untuk terhidar dari dosa. Dengan bersandar kepada Tuhan adalah hal yang terbaik
yang sehaurusnya saya lakukan, karena Tuhan mampu mengubah hidup saya. Mengkhususkan
waktu “ Alone with God ” adalah hal selanjutnya saya lakukan sebagai manusia
berdosa yang mau bersandar padaNya.
content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0508165136408.mhtml