Sunday, April 8, 2018

Menulis Refleksi


Apa itu menulis refleksi?

Tulisan atau karya tulis reflektif (reflective writing) adalah jenis karya tulis dalam mana seorang penulis mendeskripsikan suatu kejadian – real atau imajiner – tetapi juga interaksi, pikiran mengenai sesuatu, ingatan (memory), dengan menambahkan unsur refleksi pribadi dan pemberian makna terhadap kejadian tersebut, dengan menyertakan tidak hanya pikiran atau refleksinya, tetapi juga perasaan, emosi, atau situasi personal tertentu.
Berdasarkan pengertian ini, tulisan reflektif, dengan demikian, tidak sekadar bersifat deskriptif. Penulis justru melakukan eksplorasi lebih mendalam dengan mengecek detail dan melibatkan emosi, merefleksikan dan mengikutkan makna atas apa yang sedang terjadi atau menambahkan hal-hal lain yang seharusnya ada sebagai aspek tambahan bagi pembelajaran, dan merelasikannya dengan teori dan/atau pandangan tertentu yang sudah ada.
Hal yang berhubungan dengan tulisan reflektif adalah (1) tantangan yang harus dihadapi dalam tulisan reflektif, (2) elemen utama tulisan reflektif, (3) menggunakan bukti akademik dalam tulisan reflektif, (4) memilih dan menentukan isi tulisan, dan (5) masalah pilihan kata dan kalimat yang tepat.
1. Tantangan
Tulisan reflektif melibatkan eksplorasi dan eksplanasi atas sebuah kejadian. Tidak mudah menulis jenis karya ini dibandingkan dengan karya akademis lainnya, karena jenis tulisan ini melibatkan subjek dalam memikirkan dan menulis mengenai rasa khawatir dan berbagai kesalahan, demikian juga seluruh kesuksesan dalam interaksi dengan individu lain atau ketika harus menjalankan sebuah tugas praktis tertentu. Individu yang menulis karya ini dituntut untuk mengambil posisi di balik sebuah peristiwa atau kejadian dan berusaha menjadi objektif (sebisa mungkin). Meskipun seseorang harus menulis pengalaman dan perasaan yang dialaminya sendiri, dia harus mampu mengambil jarak terhadap berbagai peristiwa atau kejadian agar bisa mengungkapkan makna di baliknya secara kurang lebih objektif.
Jenis karya ini biasanya sangat dibatasi dari segi keluasan gagasan. Karena itu, Anda harus membatasi diri pada pengalaman tertentu saja. Anda tidak bisa menulis segala hal yang dialami. Pilihlah bagian atau kejadian tertentu yang ingin ditonjolkan yang pada gilirannya akan menjadi insight yang memicu refleksi. Ini penting untuk menghindari “godaan” mendeskripsikan kejadian. Karena itu, Anda dituntut untuk mendeskripsikan peristiwa atau kejadian secara sangat singkat dan tidak berbelit-belit.
2. Elemen Utama Tulisan Reflektif
Sebenarnya tulisan reflektif adalah cara seseorang memproses atau mengolah pengalaman (hal yang dialaminya sendiri) untuk kemudian menghasilkan pembelajaran. Dengan kata lain, melalui tulisan reflektif seseorang menegaskan apa yang telah dipelajarinya dalam sebuah pengalaman.
Setiap tulisan reflektif memiliki dua elemen utama, yakni (1) mengintegrasikan teori dan praktik, dan (2) mengidentifikasi hasil akhir pembelajaran dari pengalaman penulis. Kedua elemen ini dapat diuraikan lebih lanjut berikut.
·         Tulisan reflektif mengintegrasikan teori dan praktik. Untuk mencapai hal ini, Anda harus mampu mengidentifikasi aspek-aspek yang penting dari refleksi Anda dan menuliskannya menggunakan teori-teori yang memang cocok. Untuk itu, pilihan teori Anda tidak boleh melenceng dari konteks akademis dalam menjelaskan dan menginterpretasikan refleksi Anda. Gunakan pengalaman-pengalamanmu untuk mengevaluasi pilihan teori dengan mengajukan pertanyaan: apakah teori tertentu dapat diadaptasi atau dimodifikasi agar menjadi lebih cocok (bermanfaat) dalam menjelaskan situasi yang Anda hadapi?
·         Identifikasikan tujuan pembelajaran (yang mau dicapai) dari pengalaman-pengalaman Anda. Ini penting supaya dalam tulisan reflektif itu Anda bisa mengikutkan juga rencana menganai apa yang akan Anda lakukan secara berbeda di masa depan, pemahaman baru Anda atau nilai-nilai atau hal-hal tak-terduga yang telah Anda pelajari secara mandiri.

3. Gunakan Pembuktian Akademis dalam Tulisan Reflektif
Tujuan yang hendak Anda capai dalam sebuah tulisan reflektif sebenarnya adalah menarik hubungan antara teoridan praktik. Karena itu, Anda harus bisa menunjukkan perbandingan antara keduanya dan mengekslorasi hubungan antarkeduanya.
Yang harus Anda lakukan adalah selalu menganalisis peristiwa atau kejadian dengan cara memikirkannya dengan menghubungkannya (mereferensikannya) dengan teori tertentu. Ini yang disebut di sini sebagai evidensi atau bukti akademis (academic evidence). Apakah berbagai observasi yang Anda lakukan memang konsisten atau berhubungan dengan teori, model, atau bukti akademis tertentu yang sudah terpublikasikan? Anda juga harus mampu mempertimbangkan bagaimana mungkin teori-teori tertentu membantu Anda menginterpretasikan dan memahami pengalaman tertentu yang Anda alami tersebut? Anda juga bisa mempertimbangkan bagaimana pengalaman nyatamu membantu Anda memahami sebuah teori. Apakah memang pengalaman nyata tersebut memang mengejawantahkan apa yang dinyatakan/diprediksikan oleh teori ilmiah? Atau justru hal yang berbeda? Jika demikian, apakah Anda bisa mengidentifikasi mengapa hal itu ternyata berbeda? (Misalnya, bisa jadi Anda menerapkan sebuah teori dalam kontek atau keadaan yang berbeda dibandingkan dengan penelitian asalinya).
Usulan berikut baik juga kalau dipertimbangkan.
– Jadilah selektif: Identifikasikan bagian tertentu dari perjumpaan yang memang menantang (belum terjadi sesuai harapan) atau terjadi sesuai harapan. Di sini silakan Anda merefleksikan secara mendalam beberapa aspek yang signifikan dan poin-poin pembelajaran.
– Diskusikan refleksi Anda dengan orang lain. Ini dimaksud untuk memperdalam insight Anda, memperbaiki dan memajukan kemampuan Anda dalam mengekspresikan gagasan atau pemikiran Anda dan membantu Anda mengeksplorasi berbagai sudut pandang yang mungkin tersedia.
– Kumpulkan bukti (collect evidence). Ada dua sumber bukti yang dapat digunakan dalam tulisan reflektif Anda:
1.  Refleksi Anda merupakan bukti yang esensial dari pengalaman-pengalaman Anda. Teruslah menuliskan refleksi Anda dan perkembangan-perkembangannya yang terjadi selama proses.
2.  Bukti akademis dari berbagai studi kasus yang sudah terpublikasikan dan teori-teori untuk menunjukkan bahwa gagasan dan praktik Anda telah mengalami perkembangan dalam konteks literatur akademik yang relevan.

4. Pemilihan Isi Tulisan (content)
1) Sebaiknya Anda menulis semacam catatan harian Anda. Dalam catatan itu Anda mendeskripsikan secara singkat dan ringkas apa yang telah terjadi. Dalam hal ini, untuk melengkapi objektivitas catatan Anda, dapat juga dimintakan agar Anda melengkapi tulisan reflektif Anda dengan lampiran yang berisi catatan harian atau log tersebut. Perhatikan:Hindari menulis narasi deskriptif yang terlalu pandang mengenai apa yang terjadi. Ini karena terbatasnya ruang yang tersedia dalam log tersebut untuk menulis.
2)  Anda harus membuat refleksi atas pengalaman Anda sebelum Anda memulai menulis, meskipun insight tambahan tampaknya akan dilibatkan selama proses penulisan. Diskusikan dengan teman atau rekan kerja dan kembangkan insight Anda. Catatlah semua hal yang Anda pikirkan.
3)   Identifikasikan contoh-contoh yang relevan yang mengilustrasikan proses reflektif; pilihlah sedikit dari kejadian yang paling menantang atau yang paling menarik perhatian dan eksplorasikan mengapa kejadian itu menarik dan apa yang telah Anda pelajari atau ketahui sebelum peristiwa itu terjadi. Perhatikan:Mulailah dengan hal yang Anda ingin katakan, dan kemudian pilihlah contoh-contoh untuk mendukung poin-poin itu, tentunya dengan mengacu atau merujuk kepada kedua evidensi akademis Anda (refleksi dan bukti akademis yang mendukungnya), yakni: (1) pengalaman Anda sendiri dan (2) teori-teori yang dapat menjelaskan pengalaman tersebut, termasuk studi kasus atau artikel akademis yang telah terpublikasikan.Gunakan lingkarang pembelajaran reflektif (reflective learning cycle) dalam struktur tulisan reflektif Anda. Lingkaran pembelajaran reflektif itu adalah sebagai berikut:

Pengalaman (Do) mendorong seseorang untuk berefleksi (Reflect) dengan menjawab menjawab pertanyaan seputar apa yang telah terjadi (describe), apa perasaan Anda (feel) dalam pengalaman tersebut (what were your feelings), mengevaluasi (evaluate) apa yang baik mengenai pengalaman tersebut dan apa masalah yang dihadapi (what was god about the experience? What problems did you have?), lalu menganalisis (analyze) mengapa Anda menghadapi persoalan semacam itu? Apakah orang lain menghadap persoalan serupa? Apa umpan balik yang mereka berikan? (Why did you have those problems? Did others have the same problems? What is their feedback?). Setelah refleksi, Anda kemudian menarik sebuah kesimpulan (conclude). Di sini Anda menjawab pertanyaan seputar kesimpulan umum apa yang bisa Anda tarik? Kesimpulan khusus apa yang langsung berhubungan dengan diri Anda? Langkah terakhir adalah lakukan perencanaan (Plan), dengan menjawab pertanyaan: apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi persoalan tersebut? Apa tindakan berbeda yang akan Anda lakukan di masa yang akan datang?
5. Pilihan kata dan kalimat yang tepat
Karena tulisan reflektif menyatakan pengalaman pribadi maka umumnya orang menggunakan bahasa orang pertama (“saya” atau “aku”). Meskipun demikian, tidak jarang dalam karya tulis reflektif pun mengikutsertakan tulisan akademik. Karena itu, sebaiknya Anda memilih sudut pandang baik “orang pertama” (misalnya “saya rasa …) maupun “orang ketiga” (“Wiyono (2014) mengatakan bahwa …”).
Dalam hal demikian, nasihat paling bijak yang dapat diberikan adalah menjaga keseimbangan (balance) antara sudut pandang “orang pertama” (‘saya rasa’) dan teori-teori akademik tertentu yang relevan. Ini lebih efektif daripada memisahkannya dan menumpuk sudut pandang orang pertama di satu bagian dan sudut pandang orang ketiga di bagian lainnya dalam tulisan reflektif.
Dalam tulisan reflektif sebaiknya Andamenghindari term-term yang terlalu emotif dan subjektif. Meskipun Anda menulis pengalamanmu sendiri, Anda sebenarnya sedang mengkomunikasikan pengalaman dan perasaan Anda kepada pembaca dalam gaya akademik. Ini artinya Anda harus menggunakan deskripsi yang semua orang bisa memahaminya dalam cara yang sama. Jadi, daripada menulis, “Klien itu merasa sangat tidak bahagia di awal musim”, akan jauh lebih baik jika Anda menulis, “Tampak jelas pasien itu sangat terteka,” atau “Diberitakan bahwa klien itu sangat tidak bahagia”. Ini menunjukkan bahwa Anda sangat menyadari bahwa pemahaman klien mengenai “ketidakbahagiaan” bisa jadi sangat berbeda dari pemahaman Anda atau pemahaman pembaca Anda.
Nasihat terakhir yang bisa diberikan adalah ketika menulis refleksi Andagunakan kalimat pasif ketika Anda sedang merujuk kepada kejadian atau peristiwa tertentu (“saya rasa” atau “saya alami”). Sementara itu, ketika merujuk ke sebuah teori maka sebaiknya Anda menggunakan kalimat waktu sekarang karena pemikiran atau gagasan yang Anda kemukakan memang masih segar dan baru (Misalnya Wiyono berpendapat bahwa ….).



Contoh tulisan reflektif

REFLEKSI BUKU

“ RESPECTABLE SINS ( DOSA – DOSA YANG DIANGGAP PANTAS ) ”

Judul                       : Respectable Sins ( Dosa – dosa yang Dianggap Pantas )
Pengarang              : Jerry Bridges
Penerbit                  : Pionir Jaya
Tahun terbit           : Cetakan III tahun 2012 
Kota terbit             : Bandung
Jumlah halaman   : 207 halaman
Buku ini adalah salah satu buku yang mampu membuat banyak anak Teachers College enek saat melihatnya, apalagi membuka dan membacanya. Banyak dari kita yang sudah tidak menyukai buku ini karena pernah adanya keputusan dari pihak TC untuk menganjurkan kami membeli buku Respectable sins. Buku ini memang sudah menjadi pembicaraan yang bersifat negatif dari kami, tetapi seiring berjalannya waktu kami tahu semakin kami mencoba untuk tidak membacanya selalu saja ada moment dimana kami diharuskan membaca buku ini. Layaknya dengan kelas saya 12 IME1, Kami pernah medapat tugas penggati UTS untuk mata kuliah Bahasa Indonesia untuk membuat resensinya. Akhirnya buku yang masih di bungkus rapi dengan plastiknya telah disobek.
 Gimana kalo kamu, ga… itu aja bab satu ampe bab tujuh ,kita bagi tiga ?”. Pada saat pembagiaan tugas untuk mengerjakan resensi kami membagi tugas dan setelah itu kami akan mengumpulkan intisari dari setiap bab untuk selanjutnya digabungkan menjadi paragraph yang utuh. Hasil kelompok kami memang yang paling tertinggi kami hampir medekati angka 100 % sempurna. Saya bersyukur akan nilai kami tetapi hal yang paling saya sayangkan adalah saya tidak membaca lebih lanjut mengenai bab lain.  Memang saya tak bisa lari dari buku ini dan akhirnya saya mendapat tugas ini, saya sedikit bingung cara membuat refleksi dari buku ini. Buku ini layaknya komik jepang yang sepertinya harus dibaca dari belakang ke depan sebab alurnya mundur, tetapi buku ini mebuat saya penasaran karena banyak jawaban dari bagian kelam hidup saya yang selama ini saya cari. Inilah dia pelajaran hidup yang saya dapat, setelah membaca buku Respectable Sins.
Setelah saya membaca buku ini, ada banyak hal yang saya peroleh. Layaknya hal yang sebenarnya sudah saya ketahui sebagai seorang manusia yang berdosa, tetapi tetap saja dunia yang saya tempati tidak mencap itu sebagai sesuatu hal yang salah. Saya akhirnya terbiasa melakukannya dan saya menganggap semua itu hal biasa. Memulai dari bab awal yang saya baca, jujur saya sangat tertegun dan tercengang. Pada bab awal dengan tema besarnya “ Orang – orang kudus pada umumnya ”, Pertama kali saya membaca tema ini banyak pertanyaan yang igin sekali saya lotarkan kepada si penulis, tetapi salah satunya adalah : Apakah Jerry akan mendeskripsikan ciri – ciri orang kudus secara umum ?. Saya membranikan diri untuk membaca setiap pendeskripsiaan di bab ini.
Pelajaran bab satu. Saya mendapati diri saya dengan semua perkataan yang tercantum dalam bab ini. “ perilaku yang tidak pantas bagi seorang kudus adalah dosa ”, saya selalu saja mendeskripsikan hidup saya sebagai seseorang yang begitu baik dan sangat takut akan Tuhan. Tetapi saya menyadari bahwa saya memiliki suatu lingkaran dosa, saya sagat sulit keluar dari lingkaran itu dan saya menyadari bahwa saya adalah orang berdosa dan belum mampu hidup kudus. Penulis memberikan analogi yang membuat saya sadar bahwa ternyata saya ditempatkan di dunia ini bukan suatu kebetulam semata. Analogi mengenai para perwira US yang sedang dilatih untuk mengenali kekurangan diri mereka dan setelah itu mengubahnya. Banyak peraturan di Camp para perwira itu yang menekankan mereka untuk taat pada peraturan dan menjauhi pelanggaran. Saya begitu penasaran dan saya mulai membacaya lebih jauh lagi untuk membuka bab kedua.
Pelajaran bab kedua. Saya kembali tersadar akan diri saya yang berdosa tetapi perlahan – lahan bab ini mengantarkan saya tentang pemikiran manusia zaman ini yang berusaha mennutupi makna dosa itu sendiri. Banyak dosa yang diperhalus maknanya agar setiap manusia dapat melakukannya dan memberi takar sendiri tentang dosa yang ia lakukan. Salah satu pendeskripsiaan jerry tentang dosa adalah dengan cara mengilustrasikan pihak A yang melakukan dosa perzinahan, dan pihak B menontonya selanjutnya membicarakannya kepada orang lain.  Jerry menyatakan bahwa dosa sendiri dapat melahirkan dosa dan semua dosa itu setara tidak ada yang namanya dosa besar ataupun dosa kecil.
Pelajaran bab ketiga. Bab yang dibuka dengan analogi lagi, jerry menegaskan bahwa dosa layaknya kanker yang sewaktu – waktu dapat mebunuh. Saya mengerti akan satu hal bahwa dosa mampu menguasai setiap fase hidup, saat yang seharusnya menjadi moment untuk mempermuliakan nama Tuhan telah di pergunakan dosa untuk mempermalukan diri sendiri. Bukan hanya seperti itu, dosa mampu melukai hati orang lain yang ada disekitar kita.
Pelajaran bab keempat. “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” ( Yesaya 43 : 25). Saya menyadari Tuhan begitu sangat mengasihi saya dan setiap manusia. Tuhan bahkan rela memberikan anaknya yang tuggal untuk mengeluarkan saya dan setiap manusia dari lingkaran dosa yang seharusnya saya pikul sendiri ketika penghakiman nantinya. Saya belajar dari dua tokoh yang sangat dipakai Tuhan yaitu John Newton dan Paulus yang mengerti artinya pertobatan dan mau melakukan pembaharuan budi dari hari lepas hari tanpa pernah meragukan kemampuan Tuhan untuk membantu mereka. Saya juga belajar tentang kerendahanhati dua pribadi ini, mereka mampu mengatakan bahwa mereka juga tidak terlepas dari pengaruh dosa kedagingan tetapi mereka menyebut diri mereka dalam ekspetasi lain yaitu “ saya adalah orang yang paling berdosa diantara orang –orang kudus lainnya”.
Pelajaran bab kelima. Ini mungkin merupakan bab favorit saya dimana saya mengetahui bahwa kita yang sudah memiliki keinginan hati untuk bertobat dan kembali dari jalan yang salah itu dan jelas saya masih melakukan aktivitas dosa itu. Akhirnya kita mempertanyakan “ Apakah benar saya terbebas dari ikatan dosa dan injil telah menuntun say untuk berubah ? ”. Saya mengerti bahwa Allah adalah pemegang otoritas tertinggi atas hidup saya dan sekalipun dosa berkuasa atas hidup saya roh kudus mampu memenagkan saya sebagai pribadi yang telah terbebas dari dosa asalkan kita mau mengaku kepada Tuhan bahwa kita butuh tuntunanNya.
Pelajaran bab keenam. Pada bab ini di jelaskan tahapan untuk menangani dosa, dijabarkan setiap tahapannya. Tahap yang pertama, saya harus menyelesaikan dosa saya secra injili, saya harus mampu meerima diri saya sebagai manuisa biasa dan mempercayakan hidup saya sepenuhnya ditangan Tuhan. Tetapi saya juga sebagai manuisa harus berusaha untuk mematikan keinginan daging saya, dan saya harus menempatkan motivasi saya yang benar. Tahap kedua, berserah sepenuhnya pada roh kudus dengan setiap hari meminta tuntuanNya.Tahap ketiga, saya yang sudah bergantung sepenuhnya pada roh kudus memberdayakan diri saya untuk mejauh dari semua dosa. Tahap keempat, minta tuntunan roh kudus untuk menegnali bidang spesifik dari dosa –dosa yang dimaklumi. Tahap kelima, saya harus mampu menempatkan ayat – ayat alkitab yang tepat terhadap dosa saya. Selanjutnya, tumbuhkan kebiasaan berdoa dan libatkan satu atau beberapa orang percaya untuk membicarakan semuanya.
Pelajaran bab tujuh sampai dengan bab keduapuluh. Pada setiap bab dijabarkan dosa – dosa yang selalu saya geluti satu persatu walaupun selalu merasa semua itu tak pernah dijalani. Kefasikan suatu cermin dari sikap diri seseorang yang ingin terlihat sangat baik dimata semua orang, saya juga mengakui satu hal bahwa saya tidak pernah ingin menyakti hati siapapun dengan tingkah laku saya dan saya ingin berusaha mengikuti jalan Tuhan tapi saya lupa bahwa kalau tidak meminta tuntunan Tuhan semua itu sia – sia. Saya meyadari semua tindakan itu akan berbuah kefasikan. Kegelisahan dan frustasi, inilah dosa yang sering saya lakukan kegelisahan akan suatu perkara dalam hidup. Saya sangat senang meragukan kemampuan Tuhan dan berusaha mempergunakan kemapuan saya sendiri untuk menyelesaikan perkara itu. Saya tersadar bahwa Tuhan ada untuk mencukupi saya jadi untuk apa saya takut ?. Ketidakpuasan dan tidak bersyukur, semua itu berasal dari diri yang tidak pernah mensyukuri apapun berkat Tuhan. Saya adalah salah satu manusia yang sangat sering mengeluh karena bentuk fisik ini dan semua orang di luar sana yang mungkin belum mengenal dengan jelas akan mengatakan saya sangatPD. Tetapi mereka salah, saya tidak lebih dari seseorang yang tidak pernah puas akan hidup.
Kesombongan, Saya menyadari sifat inilah adalah bagian yang paling mendasar dalam diri ini. Saya selalu merasa diri sebagai orang yang paling baik diantara yang lain, padahal semua itu adalah kebohogan belaka. Semua penghargaan yang ada bukan membantu saya menjadi pribadi yang lebih baik melainkan menjadi pribadi yang sombong. Paradigma saya diubahkan ternyata semua yang kita perbuat haruslah kembali untuk kemuliaan nama Tuhan saja. “ Jangan pernah mencoba mencuri sedikitpun kemuliaan Tuhan”.
Keegoisan, saya selama ini selalu merasa memberikan diri saya untuk mebantu orang lain bahkan untuk merelakan waktu bagi mereka adalah hal yang sudah lumrah. Tetapi saya menyadari semua itu adalah keegoisaan saya yang akan menjerumuskan dia ke jalan yang salah dan mengajarkan dia tentang dosa keegoisan juga. Kurangnya pengendalian diri, saya akhirnya menyadari bahwa dengan pengendalian diri yang tepat bahkan memapukan kita untuk tidak berbuat dosa. Saya mulai membuka kembali ingatan masa lamapu, dan mengingat bahwa seandianya saat itu saya lebih mengendalikan diri mungkin semua itu tidak akan melahirka dosa yang lain lagi. Tidak sabar dan mudah marah, kemarahan, rumupt – rumput liar kemarahan, kebanyakan dari semua itu adalah bagian dari diri saya. Sekalipun saya berusaha memolesnya seperti memakai make up tetapi tetap saja terlihat. Menghakimi, iri hati, cemburu, dan dosa lainnya, semuanya itu karena kita berusaha melihat saudara seiman kita dan berusaha menemukan kejelekannnya. Dosa – dosa lidah, ini merupakan dosa yang paling sering dilakukan mausia dan semua dosa dapat dianalisis dari semua perkataan seoarang manuisa itu. Saya tahu membicarakan orang lain adalah kegiatan sehari – hari manuisa, tetapi menyadari hal itu sebagai pembicaraan yang negatif sebenarnya harus diperbaharui. “ Jaganlah ada perkataan kotor yang keluar dari mulutmu ( Efesus 4 :29 )”.
Lalu apa selanjutnya yang harus saya lakukan kedepannya ?. Saya medapati jawabannya disni bahwa saya harus mereungkan keberdosaa saya dan meminta tuntuan roh kudus untuk terhidar dari dosa. Dengan bersandar kepada Tuhan adalah hal yang terbaik yang sehaurusnya saya lakukan, karena Tuhan mampu mengubah hidup saya. Mengkhususkan waktu “ Alone with God ” adalah hal selanjutnya saya lakukan sebagai manusia berdosa yang mau bersandar padaNya.


content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0508120529199.mhtml
content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/0508165136408.mhtml

12 comments: